LATAR BELAKANG
UU No. 8 tahun tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
dibuat dengan tujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada konsumen. Dalam
undang undang ini dijelaskan mengenai tanggung jawab pelaku usaha yang tentunya
hal ini di atur untuk memberikan kepastian hukum serta melindungi hak para
konsumen tersebut. Konsumen
pasti akan merasa sangat dirugikan saat barang yang dibeli atau jasa yang
digunakan tidak sesuai dengan keinginan atau pesanannya. Untuk masalah-masalah
tersebut maka diperlukan adanya pengawasan dan tindakan khusus. Sekecil apapun
masalah atau kerugian yang dialami konsumen harus dapat ditanggapi oleh pihak-pihak
yang bertanggung jawab karena setiap konsumen memiliki hak untuk mendapatkan
perlindungan.
Pelanggaran terhadap hak-hak
konsumen sangat sering terjadi walaupun terdapat perjanjian antara pihak pelaku
usaha dengan pihak konsumen. Hal ini disebabkan karena keberadaan hukum
perjanjian dalam kehidupan masyarakat sangat besar pengaruhnya seiring dengan
karakteristik masyarakat itu sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Hukum
perjanjian di Indonesia semakin berkembang seiring dengan kemajuan teknologi dan
informasi, sehingga banyak hal yang berkaitan dengan perjanjian sampai sekarang
belum diatur dalam peraturan perundang-undangan, padahal buku III Kitab
Undang-Undang juga tidak mengatur secara detail (Anonym, 2011).
Perusahaan sebagai salah satu
konsumen yang memakai jasa akuntan khususnya akuntan publik dalam hal audit
laporan keuangan maupun jasa konsultasi lainnya juga termasuk dalam
perlindungan UU No. 8 tahun 1999. UU No.
5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik menjelaskan bahwa Profesi Akuntan Publik merupakan
suatu profesi yang jasa utamanya adalah jasa assurance dan hasil pekerjaannya digunakan secara luas oleh publik
sebagai salah satu pertimbangan penting dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian,
profesi Akuntan Publik memiliki peranan yang
besar dalam mendukung perekonomian nasional yang sehat dan efisien serta
meningkatkan transparansi dan mutu informasi dalam bidang keuangan. Kedua UU ini
memiliki keterkaitan yang erat, dimana Akuntan Publik sebagai penyedia jasa
memiliki tanggung jawab atas jasa yang diberikan kepada konsumen, yang pada
umumnya adalah perusahaan, dan konsumen dilindungi UU yang mengatur secara
jelas tentang kebebasn konsumen untuk memperoleh informasi yang jelas dari para
penyedia jasa akuntansi. Oleh karena itu, paper ini diberi judul: “PERLINDUNGAN
KONSUMEN BAGI PEMAKAI JASA AKUNTAN PUBLIK”
RUMUSAN MASALAH
Adanya isu tentang liberalisasi profesi
penyedia jasa di bidang keuangan, khususnya profesi akuntan memungkinkan
akuntan asing untuk beroperasi di Indonesia. Berkaitan dengan hal itu muncul
beberapa permasalahan yang salah satunya dibahas di paper ini yaitu bagaimana
bentuk perlindungan konsumen bagi pemakai jasa akuntan publik seiring dengan
disahkannya UU tentang Akuntan Publik?
METODE ANALISIS
Teknik analisis data yang digunakan dalam paper
ini adalah analisis deskriptif dengan mengunakan data sekunder. Data sekunder
merupakan sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui
media perantara yaitu diperoleh dan dicatat pihak lain (Indriantoro dan Supomo,
2002). Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari jurnal
penelitian, makalah, serta artikel-artikel yang berasal dari internet. Teknik
pengumpulan data menggunaan studi literatur dimana Moleong (2004) menyebutkan bahwa sumber tertulis
merupakan sumber kedua di luar kata dan tindakan namun tidak bisa diabaikan. Pembahasan
atas permasalahan yang dianalisis dalam paper ini dituangkan dalam bentuk
naratif dan terperinci.
PEMBAHASAN
A. Undang-Undang
No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen sebagai Payung Hukum bagi Konsumen
di Indonesia
Indonesia saat ini sedang tumbuh
dan berkembang banyak industri barang dan jasa, baik yang berskala besar,
menengah maupun kecil. Di satu pihak, laju pertumbuhan dan perkembangan
industri barang dan jasa membawa dampak positif, antara lain tersedianya
kebutuhan dalam jumlah yang mencukupi, mutunya Iebih baik serta adanya
alternatif pilihan bagi konsumen (Kusbandi, 2009). Namun dipihak lain,
kebutuhan yang semakin mendesak untuk dipenuhi membuka peluang bagi perusahaan
untuk melakukan segala hal agar mendapatkan keuntungan dari terpenuhinya
kebutuhan masyarakat tersebut. Hal ini sangat rentan terjadi kesalahan dalam
penyediaan barang maupun jasa untuk masyarakat sebagai konsumen akhir.
Berdasarkan hal tersebut maka
pemerintah membentuk undang-undang yang dapat menjadi payung hukum bagi
konsumen pemakai barang ataupun jasa yaitu UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. UU ini menyatakan
bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun bagi makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Menurut Refhie
(2012) dalam tulisannya menyebutkan bahwa UU tersebut bertujuan untuk
memberikan kepastian hukum kepada konsumen, dimana.hal tersebut dijelaskan
mengenai tanggung jawab pelaku usaha untuk memberikan kepastian hukum serta
melindungi hak para konsumen tersebut. Hal demikian memang perlu diatur demi
menghindari sikap negatuf pelaku usaha terhadap konsumen.
Dalam
beberapa kasus banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang merugikan para
konsumen yang tentunya berkaitan dengan tanggung jawab produsen (pelaku usaha)
dalam tingkatan yang dianggap membahayakan kesehatan bahkan jiwa dari para
konsumen. Contoh yang paling sering dijumpai adalah kasus makanan kadaluarsa
dimana produk-produk kadaluarsa tersebut berbahaya karena berpotensi ditumbuhi
jamur dan bakteri yang akhirnya bisa menyebabkan keracunan bagi yang
mengkonsumsinya. Peristiwa peristiwa seperti itu tentunya sangat merugikan
konsumen, maka seharusnya pelaku usaha bertanggung jawab dengan kejadian
tersebut sebagai implementasi dari UU No. 8 Tahun 1999.
B. Akuntan
Publik sebagai Penyedia Jasa dalam Bidang Akuntansi
Timbul dan berkembangnya profesi
akuntan publik pada umumnya sejalan dengan berkembangnya perusahaan dan
berbagai bentuk badan hukum perusahaan di suatu negara. Jika
perusahaan-perusahaan di suatu negara berkembang sedemikian rupa sehingga tidak
hanya memerlukan modal dari pemiliknya, namun mulai memerlukan modal dari
kreditur dan investor lainnya maka jasa akuntan publik mutlak diperlukan
(Anonym, 2009). Dari profesi akuntan publik inilah masyarakat kreditur dan
investor mengharapkan penilaian yang bebas atau tidak memihak atas informasi
dalam laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen perusahaan.
Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa
bagi masyarakat, antara lain jasa assurance,
jasa atestasi, dan jasa non-assurance.
Jasa assurance adalah jasa
profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi para pengambil
keputusan. Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang disepakati (agreed upon procedure). Jasa atestasi
adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang independen dan
kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang
material, dengan kriteria yang telah ditetapkan. Jasa non-assurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang
di dalamnya tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan
temuan, atau keyakinan bentuk lain. Jasa non-assurance
yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik antara lain jasa kompilasi, jasa
perpajakan, jasa konsultasi (Anonym, 2009).
Jasa utama yang
ditawarkan akuntan publik adalah jasa assurance
dimana hasil pekerjaan tersebut digunakan secara luas oleh publik sebagai salah
satu alat pertimbangan dalam pengambilan
keputusan. Dengan demikian, profesi
Akuntan Publik memiliki peranan
yang besar dalam
mendukung perekonomian nasional
yang sehat dan efisien serta meningkatkan
transparansi dan mutu informasi dalam bidang keuangan. Akuntan publik
tersebut mempunyai peran
terutama dalam peningkatan kualitas dan kredibilitas
informasi keuangan atau laporan keuangan
suatu entitas. Akuntan publik
mengemban kepercayaan masyarakat untuk
memberikan opini atas laporan keuangan
suatu entitas. Oleh karena itu, tanggung
jawab akuntan publik terletak pada
opini atas laporan keuangan suatu
entitas yang diaudit,
sedangkan penyajian laporan atau
informasi keuangan tersebut
merupakan tanggung jawab manajemen.
C.
Perlindungan bagi Para Pemakai
Jasa Akuntan Publik
Akuntan sebagai
salah satu profesi pendukung kegiatan dunia usaha, dalam era globalisasi
perdagangan barang dan jasa seperti saat ini secara otomatis meningkatkan
kebutuhan pengguna jasa akuntan publik, terutama kebutuhan atas kualitas
informasi keuangan yang digunakan
sebagai alat pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Sebagai implikasinya, akuntan
publik dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya
agar dapat memenuhi kebutuhan pengguna jasa dan mengemban kepercayaan publik
(Anonym, 2009).
Meskipun akuntan
publik berupaya untuk terus memutakhirkan kompetensi dan meningkatkan
profesionalisme agar dapat memenuhi kebutuhan pengguna jasa namun terjadinya kegagalan
dalam pemberian jasa tersebut masih terbuka lebar dan akan tetap ada. Untuk melindungi kepentingan masyarakat
dan sekaligus melindungi
profesi akuntan publik,
diperlukan suatu undang-undang yang mengatur profesi akuntan publik. Oleh
karena itu, pada tahun 2011 pemeintah mengesahkan UU No. 5 tahun 2011 tentang
Akuntan Publik sebagai landasan hukum yang mengatur profesi akuntan
publik.
Di sisi lain, konsumen yang
terkait dengan akuntan publik baik pengguna jasa akuntan maupun pembaca dan
pengguna laporan keuangan juga memerlukan landasan hukum sebagai payung
perlindungan. UU perlindungan konsumen mengatur secara jelas tentang kebebasn
konsumen untuk memperoleh informasi yang jelas dari para penyedia jasa
keuangan. Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1
(1) menerangkan mengenai pengertian dari perlindungan konsumen, yaitu:
“Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum
untuk memberi perlindungan kepada konsumen.” Dari pengertian ini, dapat dimaknai
bahw a konsumen pemakai jasa akuntan publik berhak mendapatkan kepastian hukum
yang menjadi tanggung jawab dari akuntan publik yang memberikan layanan. Akuntan itu
sendiri merupakan profesi yang dalam pelaksanaannya selalu didasarkan pada
prinsip-prinsip etika. Menurut Kell dalam Payamta yang dikutip Anonym (2009), akuntan
sebagai suatu profesi apabila memenuhi syarat-syarat berikut ini.
1.
Ijin kepada orang yang mempunyai
kualifikasi untuk melaksanakan praktek profesional.
2.
Mengembangkan prinsip
akuntansi berterima umum
dan standar profesional untuk
jasa akuntansi dan
auditing serta pengendalian kualitas.
3.
Pendidikan berkelanjutan
terhadap prinsip-prinsip akuntansi
dan standar profesional bagi akuntan yang melakukan praktik.
4.
Pengujian kepatuhan
kepada standar profesional
secara periodik dan teratur
5.
investigasi terhadap
temuan pelanggaran dari
praktik yang tidak dapat diterima.
6.
Mempertahankan aturan yang sudah
memadai.
Persyaratan
tersebut memang sebaiknya dipenuhi seluruhnya oleh para professional yang
bekerja sebagai akuntan publik demi mendapatkan kepercayaan dari konsumen,
yaitu pengguna jasa akuntan publik. Namun, pada kenyataannya walaupun terdapat
banyak peraturan untuk mengatur profesi akuntan tetap saja banyak celah
terjadinya fraud (kecurangan) yang
terkait dengan laporan keuangan. Menurut Ferdian dan Na’im dalam Anonym (2009),
kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan antara lain :
1.
Manipulasi, pemalsuan, atau
perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data
bagi penyajian laporan keuangan.
2.
Representasi yang dalam atau
penghilangan dari laporan keuangan, peristiwa, transaksi, atau informasi
signifikan.
3.
Salah penerapan secara senngaja
prinsip akuntansi yang berkaitan dengan
jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapan.
Oleh
karena itu, profesi akuntan publik sebagai pihak yang dipercaya oleh banyak
pihak yang berkepentingan sebenarnya mengemban tanggung jawab yang besar.
Sedikitnya terdapat 3 (tiga) tanggung jawab akuntan publik dalam melaksanakan
pekerjaannya yaitu:
1.
Tanggung jawab moral (moral responsibility) yaitu akuntan
publik harus memiliki tanggung jawab moral untuk memberi informasi secara
lengkap dan jujur mengenai perusahaan yang diaudit kepada pihak yang berwenang
atas informasi tersebut serta mengambil keputusan yang bijaksana dan
obyektif sesuai dengan kemahiran
professional.
2.
Tanggung jawab profesional (professional responsibility) yaitu
akuntan publik harus memiliki tanggung jawab profesional terhadap asosiasi
profesi yang mewadahinya (rule
professional conduct).
3.
Tanggung jawab hukum (legal responsibility) yaitu akuntan
publik harus memiliki tanggung jawab diluar batas standar profesinya yaitu
tanggung jawab terkait dengan hukum yang berlaku.
Lebih lanjut dalam UU No. 5 tahun 2011
tentang Akuntan Publik semakin jelas diatur bagaimana mekanisme untuk menjadi akuntan
publik, bagaimana akuntan publik menjaga kualitasnya, dan siapa yang mempunyai
kewenangan untuk mengawasi akuntan publik. Mengenai sanksi pidana terhadap
pelanggaran profesi akuntan publik juga telah diatur dengan tegas dalam UU ini.
Terdapat ketentuan pidana bagi akuntan publik dan bagi non-akuntan publik yang diharapkan
dapat memberikan angin segar bagi dunia akuntan dan semakin memberikan rasa
aman dari para konsumen pengguna jasa-jasa akuntan publik.
REKOMENDASI
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan,
rekomendasi yang dapat disampaikan adalah:
- Menetapkan undang-undang yang dapat dijalankan secara efektif karena selama ini masih belum terlalu berdampak positif walaupun terdapat UU yang seharusnya menjadi landasan bagi pelaksanaan hukum di Indonesia.
- Menetapkan sanksi yang tegas atas pelanggaran terhadap UU karena sanksi yang diberikan terkait perlindungan konsumen belum diterapkan secara nyata dan tegas sehingga belum mampu menyebabkan efek jera pada setiap pelanggar UU tersebut.
- Melakukan pengawasan terhadap barang maupun jasa yang ditawarkan dan konsumen hendaknya lebih selektif dan berhati-hati dalam pemilihan produk atau jasa yang akan digunakan.
PENUTUP
Indonesia saat ini sedang tumbuh dan berkembang
banyak industri barang dan jasa, baik yang berskala besar, menengah maupun
kecil. Di satu pihak, laju pertumbuhan dan perkembangan industri barang dan
jasa membawa dampak positif, antara lain tersedianya kebutuhan dalam jumlah
yang mencukupi, mutunya Iebih baik serta adanya alternatif pilihan bagi
konsumen. Hal ini membuka peluang terjadi kesalahan dalam penyediaan barang
maupun jasa untuk masyarakat sebagai konsumen akhir. Berdasarkan hal tersebut maka
pemerintah membentuk undang-undang yang dapat menjadi payung hukum bagi
konsumen pemakai barang ataupun jasa yaitu UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Hal ini pula digunakan dalam penerimaan jasa dari
akuntan publik.
Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa
bagi masyarakat, antara lain jasa assurance,
jasa atestasi, dan jasa non-assurance.
Akuntan publik tersebut
mempunyai peran terutama
dalam peningkatan kualitas dan
kredibilitas informasi keuangan atau laporan keuangan suatu
entitas. Akuntan publik mengemban kepercayaan masyarakat untuk memberikan opini atas
laporan keuangan suatu entitas. Oleh karena itu, tanggung
jawab akuntan publik terletak pada
opini atas laporan keuangan suatu
entitas yang diaudit,
sedangkan penyajian laporan atau
informasi keuangan tersebut
merupakan tanggung jawab manajemen.
Beberapa
persyaratan sebaiknya dipenuhi akuntan publik sebagai salah satu elemen
keprofesionalan. Hal ini dimaksudkan agar akuntan publik demi mendapatkan
kepercayaan dari konsumen, yaitu pengguna jasa akuntan publik. Namun, pada
kenyataannya walaupun terdapat banyak peraturan untuk mengatur profesi akuntan
tetap saja banyak celah terjadinya fraud (kecurangan)
yang terkait dengan laporan keuangan. Oleh karena itu, baik konsumen sebagai
pengguna jasa akuntan publik maupun akuntan publik itu sendiri memerlukan
landasan hukum sebagai jaminan dan rasa aman dalam aktivitasnya (memperoleh
informasi dan memberikan informasi).
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2012. Profesi
Akuntan Publik Dan Hubungannya Dengan
Pemakai Jasa Akuntan Publik. (http://akuntansikehidupan.blogspot.com, diakses 29 November 2012)
Anonym. 2011. Hukum
perlindungan konsumen di Indonesia. (http://gudangkuliah.com,
diakses 29 November 2012)
Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis: Untuk
Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Kusbandi. 2009. Aspek
Hukum Dalam Pelaksanaan Perlindungan Konsumen . http://lpkindonesia. blogspot.com , diakses 29
November 2012)
Moleong, Lexy.J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Refhie. 2012. Hukum Perlindungan Konsumen. (http://refhie.blogspot.com, diakses 29 November 2012)
Virayasti, Prema Cintya. 2012. Pelaksanaan Undang- Undang
Perlindungan Konsumen Di Indonesia Saat Ini. (http://premacintyavirayasti.blogspot.com,
diakses 29 November 2012)
Winarto, Ahmad Adi. 2008. Tanggung Jawab Developer
Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen Dalam Bidang Perumahan Di Kabupaten Pati. Tesis. Semarang: Program Studi Magister
Kenotariatan Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang
Yulianti,
Retno. 2012. Makalah Perlindungan
Konsumen . (http://retnoyulianti.wordpress.com , diakses 29 November 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar