Kamis, 27 Juni 2013

Just Info :)

hallo sodara-sodari,,
makasi sudah menyempatkan diri membaca blog ini,,
konten dari blog ini adalah kumpulan dari tugas-tugas kuliah yang pernah saya kerjakan,,
apabila ada beberapa tulisan yang tidak mencantumkan literatur, saya minta maaf dan mohon tinggalkan komentar untuk perbaikan ke depan :)
sekali lagi terima kasih,,
dan ke depannya mungkin tidak hanya tentang tugas-tugas kuliah,tapi tentang hobi crafting saya,,
semoga bermanfaat :)

Kamis, 13 Juni 2013

PENENTUAN ALOKASI BIAYA PER UNIT (2)

Pengalokasian Biaya Satu Departemen ke Departemen Lainnya
1.      Metode single-rate
      Metode alokasi biaya single-rate mengalokasikan biaya ada tiap kelompok biaya ke objek biaya menggunakan ukuran per unit yang sama berdasarkan alokasi tunggal. Tidak ada perbedaan yang dibuat antara biaya tetap dan variabel pada setiap kelompok biaya.
Manfaat metode ini adalah implementasi yang murah. Metode single-rate menghindari analisis yang mahal yang sering diperlukan untuk mengklasifikasikan biaya individu sebuah departemen ke dalam kategori tetap dan variabel. Bagaimanapun juga, metode ini bisa menyebabkan manajer divisi untuk membuat keputusan yang keinginan mereka sendiri bukan keinginan organisa si keseluruhan.
2.      Metode dual-rate
      Metode alokasi biaya dual-rate membagi biaya dan setiap kelompok biaya ke dalam dua kelompok, yakni kelompok biaya variabel dan kelompok biaya tetap.
a.       Biaya variabel
Tarif variabel tergantung pada biaya yang berubah ketika penggerak biaya berubah.
b.      Biaya tetap
Biaya ini dapat dianggap sebagai biaya kapasitas, mereka dikeluarkan guna menyediakan kapasitas yang diperlukan untuk mengirim unit jasa yag dibutuhkan oleh departemen lainnya. Pengalokasian biaya tetap mengikuti prosedur tiga langkah :
   1)      Penetapan biaya jasa tetap yang dianggarkan. Biaya jasa tetap yang harus dikeluarkan untuk satu    periode perlu diidentifikasi
   2)      Perhitungan rasio alokasi.
 Rasio Alokasi = Kapasitas Departemen Produksi
                                          Total Kapasitas
   3)      Pengalokasian. Biaya jasa tetap kemudian dialokasikan secara proporsional ke masing-masing kebutuhan awal departemen produksi akan jasa yang sebenarnya.
Alokasi = Rasio Alokasi x Biaya Jasa tetap yang Dianggarkan
Perbedaan antara metode single-rate dengan dual-rate teradi karena metode single-rate mengalokasikan biaya tetap berdasarkan penggunaan aktual dari sumber daya komputer oleh divisi pengguna, sedangkan metode dual-rate mengalokasikan biaya tetap berdasarkan pada penggunaan yang dianggarkan.
Kedua metode tersebut mengalokasikan sumber daya dan biaya tetap aktual yang digunakan atau sumber daya biaya tetap yang dianggarkan untuk digunakan oleh divisi mikrokomputer dan peralatan peripheral.

Metode Alokasi Biaya Departemen Pendukung
1.      Metode Langsung
      Metode alokasi langsung, merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mengalokasikan biaya departemen pendukung. Metode langsung mengalokasikan setiap biaya departemen pendukung. Biaya variable dialokasikan langsung ke departemen produksi secara proporsional terhadap masing-masing departemen pengguna jasa. Biaya tetap juga dialokasikan langsung kepada departemen produksi, tetapi berdasarkan proporsi pada kapasitas normal atau praktis departemen produksi. Dalam hal perhitungannya, metode ini tergolong paling sederhana.
2.      Metode Berurutan
      Metode ini mengakui bahwa interaksidi antara departemen pendukung telah terjadi. Akan tetapi, metode berurutan tidak secara penuh mengakui interaksi departemen pendukung. Alokasi biaya dilaksanakan secara bertahap, mengikuti prosedur penetapan peringkat yang ditentukan terlebih dahulu. Biaya terbesar dialokasikan terlebih dulu ke departemen lainnya. Sekali biaya departemen pendukung dialokasikan, departemen tersebut tidak akan menerima alokasi selanjutnya dari departemen pendukung lainnya.
3.      Metode Timbal Balik
     Metode ini mengakui semua interaksi diantara departemen pendukung.menurut metode timbal balik, salah satu departemen pendukung menggunakan angka departemen lain dalam menentukan total biaya setiap departemen pendukung, dimana total biaya mencerminkan interaksi di antara departemen pendukung. Jadi, total biaya yang baru dari departemen pendukung dialokasikan ke departemen produksi. Metode ini secara penuh menyatukan hubungan antara deraprtemen ke dalam alokasi biaya departemen pendukung. Contohnya: departemen pabrik merawat semua peralatan komputer di departemen sistem informasi. Begitu juga, sistem informasi menyediakan database untu perawatan pabrik. 
Proses alokasi biaya departemen pembantu melalui tiga tahapan, yaitu :
    1.    Cost Distribution (Distribusi Biaya) à Biaya yang ada dan berbeda-beda didistribusikan kepada semua departement termasuk departemen pembantu dan departemen produksi.
    2.    Service Department Cost Allocaton (Alokasi Biaya Departemen Pembantu) à Biaya Departemen Pembantu dialokasikan ke Departemen Produksi.
    3.    Cost Application (Aplikasi Biaya) à Biaya dibebankan ke barang atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan
 Terdapat pula metode untuk mengalokasikan biaya bersama di antara dua pemilik perusahaan, yaitu:
          ·     Metode Alokasi Biaya Stand-Alone à metod eini menggunakan informasi menyangkut setiap pengguna obyek biaya sebagai entitas terpisah untuk menentukan bobot alokasi biaya. Metode ini dianggap adil karena setiap pemilik perusahaan memiliki bagian yang proporsional dari total biaya yang berkaitan dengan biaya individu stand-alone.
          ·           Metode Alikasi Biaya Incremental à metode alokasi biaya incremental menyusun perangkat individu pengguna obyek biaya berdasarkan pengguna yang paling bertanggung jawab atas biaya bersama lalu menggunakan susunan ini untuk mengalokasikan biaya di antara para pengguna tersebut. susunannya sebagai berikut:
a)        Pengguna pertama obyek biaya à pengguna primer dan mengalokasikan biaya sejumlah biaya pengguna primer sebagai pengguna stand-alone
b)        Pengguna kedua à pengguna incremental pertama dan dialokasikan tambahan yang timbul dari dua pengguna dan bukan hanya dari pengguna primer saja.
c)        Pengguna urutan tiga à pengguna incremental kedua dan dialokasikan biaya tambahan yang timbul dari tiga pengguna dan bukan hanya dari dua pengguna saja.
 
(Hansen, Don R., dan Mowen, Maryanne M. 2009. Akuntansi Manajerial. Jakarta: Salemba Empat.)

PENENTUAN ALOKASI BIAYA PER UNIT (1)

        Alokasi Biaya adalah salah satu topik dalam akuntansi pertanggungjawaban, karena pada pusat biaya, manajer biaya harus bertanggung jawab tentang biaya-biaya yang dikeluarkan. Model ini pada umumnya diterapkan pada akuntansi pabrik, di mana manajer pabrik akan meminta pertanggungjawaban kepada para manajer sub divisi pabrik, misalnya manajer departemen produksi dan manajer departemen pembantu produksi

   Kegiatan departemen produksi menerima transfer biaya dan departemen pembantu produksi kemudian ditetapkan biaya per unit output yang dihasilkan. Pada umumnya divisi pabrik memiliki beberapa departemen produksi dan beberapa departemen pembantu produksi. Masing-masing departemen produksi menerima biaya dan departemen pembantu produksi kemudian menentukan biaya per unit atas output yang dihasilkan. 
Tujuan Alokasi

    Sejumlah tujuan yang penting diasosiasikan dengan pengalokasian biaya departemen pendukung ke departemen produksi dan terutama pada produk tertentu. Tujuan utama berikut ini telah ditetapkan Institute Management Accountants (IMA). 

1. Menghasilkan satu kesepakatan harga yang menguntungkan.
  Penetapan harga yang kompetitif memerlukan pemahaman akan biaya. Hanya dengan mengetahui biaya setiap jasa atau produk perusahaan dapat menghasilkan penawaran yang berarti. Jika biaya tidak dialokasikan dengan akurat, maka biaya dari berbagai jasa akan ditetapkan terlalu tingi yang mengakibatkan penawaran menjadi terlalu tinggi dan menggagalkan bisnis yang potensial. Sebaliknya jika biaya ditetapkan terlalu kecil penawaran mungkin menjadi lebih rendah, yang mengakibatkan kerugian atas jasa tersebut.
2. Menghitung profitabilitas lini produk.
    Estimasi yang tepat dari biaya masing-masing produk juga memungkinkan seorang manajer untuk menilai profitabilitas masing-masing produk dan jasa, perusahaan multiproduk perlu untuk merasa yakin bahwa semua produk adalah menguntungkan dan profitabilitas perusahaan secara keseluruhan tidak disamarkan oleh buruknya kinerja masing-masing produk.
3. Memprediksi pengaruh ekonomi dari perencanaan pengendalian.
   Dengan menilai profitabilitas berbagai jasa, seorang manajer dapat mengevaluasi bauran jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. Dari evaluasi ini, mungkin diputuskan untuk mengurangi sebagian jasa yang ditawarkan, merelokasi sumber daya dari satu jasa kepada jasa lain, menetapkan kembali jasa tertentu, atau mengendalikan biaya yang lebih ketat pada beberapa area. Langkah ini akan memenuhi tujuan pengendalian dan perencanaan IMA. Namun validitas setiap evaluasi, tergantung pada sejumlah atas keakuratan biaya yang dilakukan namun masing-masing produk.
4. Menilai persediaan.
    Untuk organisasi seperti rumah sakit, tujuan IMA mengenai penilian persediaan adalah tidak relevan. Namun untuk organisasi manufaktur, tujuan ini harus diberi perhatian khusus. Peraturan pelaporan keuangan mempersyaratkan bahwa biaya manufaktur langsung dan semua biaya manufaktur tidak langsung dibebankan ke produk yang dihasilkan. Prosedur pengalokasian biaya jasa ke departemen produksi dan kemudian membebankan kembali biaya tersebut ke produk yang dihasilkan oleh departemen produksi sehubungan dangan persyaratan itu. Persediaan dan harga pokok penjualan harus termasuk bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan semua overhead pabrik.
5. Memotivasi para manajer.
   Pengalokasian dapat juga digunakan untuk memotivasi para manajer. Jika biaya departemen pendukung tidak dialokasikan ke departemen produksi, manajer cenderung mengkonsumsi secara berlebihan jasa ini. Konsumsi jasa ungkin berlanjut sampai manfaat marjinal jasa sama dengan nol. Pada kenyataanya, tentu saja, biaya marjinal jasa lebih besar dari nol. Dengan pengalokasian biaya dan manajer meminta agar departemen produksi bertanggung jawab atas kinerja ekonomi unti mereka, organisasi memastikan bahwa para manajer akan menggunakan jasa sampai manfaat marjinal jasa sama dengan biaya marjinal. Jadi pengalokasian biaya jasa membantu setiap departemen produksi memilih tingkat konsumsi jasa yang tepat.

        Selain keuntungan diatas, terdapat juga keuntungan perilaku lainnya. Pengalokasian biaya departemen pendukung ke departemen produksi mendorong para manajer departemen itu untuk memonitor kinerja departemen pendukung. Karena biaya departemen pendukung mempengaruhi kinerja ekonomis dpartemen mereka sendiri, ara manajer memiliki insentif untuk mengendalikan biaya jasa melalui cara lain dari pemanfaatan jasa secara sederhana.

    Alokasi biaya merupakan salah satu penting dalam akuntansi manajemen. Perusahaan biasanya membedakan antara departemen operasi atau produksi dan departemen pendukung. Departemen operasi merupakan departemen yang secara langsung memberikan nilai tambah kepada produk atau jasa. Sedangkan departemen pendukung merupakan departemen yang memberikan jasa yang membantu internal perusahaan baik untuk roduksi dan operasional perusahaan. Dalam pengalokasian biaya akan menghasilkan biaya-biaya yang terjadi di departemen pembantu ke departemen produksi yang akhirnya akan dialokasikan pada produk dan jasa yang dihasilkan. Berdasarkan hal tersebut memerlukan pemilihan dasar alokasi biaya yang tepat.


(Hansen, Don R., dan Mowen, Maryanne M. 2009. Akuntansi Manajerial. Jakarta: Salemba Empat.)
(dan dari berbagai sumber)

Selasa, 11 Juni 2013

DILEMA ROKOK: HAM BAGI YANG AKTIF ATAU PERLINDUNGAN BAGI YANG PASIF

        Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lainnya. Manusia di dunia yang merokok untuk pertama kalinya adalah suku bangsa Indian di Amerika, untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad 16, Ketika bangsa Eropa menemukan benua Amerika, sebagian dari para penjelajah Eropa itu ikut mencoba-coba menghisap rokok dan kemudian membawa tembakau ke Eropa. Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa dan hanya untuk kesenangan semata-mata. Abad 17 para pedagang Spanyol masuk ke Turki dan saat itu kebiasaan merokok mulai masuk negara-negara Islam (Wikipedia, 2013).
      Rokok telah menjadi barang yang biasa ditemui di seluruh sudut Indonesia. Semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali telah mengenal rokok sejak lama. Indonesia sendiri merupakan salah satu penghasil rokok terbesar di dunia. Jumlah pabrik rokok di Indonesia adalah terbanyak di dunia. Sehingga tak heran siapapun di Indonesia paling tidak mengetahui apakah yang disebut dengan rokok. Rokok telah menjadi benda kecil yang paling banyak digemari. Merokok telah menjadi gaya hidup bagi banyak pria dan wanita, bahkan termasuk anak-anak dan kaum remaja. Sifatnya yang memberikan sensasi tersendiri bagi konsumennya dan dapat membuat kecanduan sehingga tak jarang para perokok memilih lebih baik menghabiskan uangnya untuk membeli rokok dibandingkan untuk memenuhi kebutuhan lainnya.
     Sasaran utama para produsen rokok adalah perokok pemula yang umumnya adalah kalangan remaja. Promosi terus menerus gencar dilakukan walaupun dalam media-media cetak maupun elektronik tidak diperbolehkan secara langsung menunjukkan bentuk rokok, namun yang saya ketahui produsen rokok terjun dalam kegiatan-kegiatan pendidikan dimana yang terlibat adalah remaja yang bisa menjadi konsumen baru yang potensial bagi mereka. Tidak sulit bagi produsen rokok menjaring konsumen-konsumen baru karena sekali seseorang mencoba rokok biasanya akan kecanduan dan berubah menjadi konsumen yang loyal.
      Rokok termasuk produk yang paling menguntungkan di dunia. Rokok juga satu-satunya produk (legal) yang akan membuat kebanyakan pemakainya kecanduan dan sering kali membunuh mereka tanpa disadari. Konsumen rokok (perokok aktif) seringkali tidak mengindahkan bahaya zat-zat yang terkandung dalam rokok. Akibat buruk dari merokok memang baru akan dirasakan dalam jangka panjang. Akan tetapi, akibat buruk ini benar-benar merusak kesehatan. Di dalam sebatang rokok, setidaknya terdapat 4.000 macam zat kimia berbahaya dimana 60 diantaranya merupakan zat penyebab kanker. Bahan-bahan berbahaya yang digunakan dalam pembuatan rokok antara lain:
1.      Nikotin: kandungan yang menyebabkan perokok merasa rileks.
2.      Tar: yang terdiri dari lebih dari 4000 bahan kimia yang mana 60 bahan kimia di antaranya bersifat karsinogenik.
3.      Sianida: senyawa kimia yang mengandung kelompok cyano.
4.      Benzene: juga dikenal sebagai bensol, senyawa kimia organik yang mudah terbakar dan tidak berwarna.
5.      Cadmium: sebuah logam yang sangat beracun dan radioaktif.
6.      Metanol (alkohol kayu), alkohol yang paling sederhana yang juga dikenal sebagai metil alkohol.
7.      Asetilena: merupakan senyawa kimia tak jenuh yang juga merupakan hidrokarbon alkuna yang paling sederhana.
8.      Amonia: dapat ditemukan di mana-mana, tetapi sangat beracun dalam kombinasi dengan unsur-unsur tertentu.
9.      Formaldehida: cairan yang sangat beracun yang digunakan untuk mengawetkan mayat.
10.  Hidrogen sianida: racun yang digunakan sebagai fumigan untuk membunuh semut. Zat ini juga digunakan sebagai zat pembuat plastik dan pestisida.
11.  Arsenik: bahan yang terdapat dalam racun tikus.
12.  Karbon monoksida: bahan kimia beracun yang ditemukan dalam asap buangan mobil (Wikipedia, 2013).
      Banyaknya zat berbahaya yang cenderung mematikan tersebut sering tidak disadari oleh penikmat rokok. Berdasarkan pengalaman saya, sebagian besar perokok juga tidak terlalu peka dengan lingkungan sekitarnya. Salah satu bentuk ketidakperdulian ini adalah merokok di tempat-tempat umum atau ruang publik yang terdapat banyak masyarakat biasa (bukan perokok) alias perokok pasif. Pada beberapa artikel menyebutkan asap rokok yang dihirup langsung oleh perokok pasif lebih berbahaya dibandingkan zat yang masuk ke dalam tubuh perokok aktif. Perokok pasif terkadang tidak bisa menghindari untuk tidak berdekatan dengan para perokok pasif. Disinilah perokok pasif juga dihapkan pada keadaan yang membahayakan kesehatannya tanpa disadari.
      Masalah rokok ini menjadi dua sisi mata uang yang sulit mendapatkan solusinya. Para perokok aktif telah menentukan pilihan mereka untuk menjadi konsumen rokok yang tahu ataupun tidak tahu akan bahaya yang mengancam kesehatan mereka. Merokok merupakan suatu bentuk Hak Asasi Manusia (HAM) yang walaupun berbahaya namun tidak ada aturan yang menyebutkan bahwa rokok dilarang penggunaannya. Produsen rokok berkewajiban memberikan informasi atas produk yang dijualnya. Setidaknya konsumen rokok mengetahui kandungan zat dalam rokok, manfaat maupun bahay yang ditimbulkan rokok, perlindungan atas produk yang membahayakan kesehatan, mendapatkan dukungan untuk menikmati produk dengan aman dan nyaman, serta berhak mendapatkan bantuan untuk berhenti dari kecanduan zat adiktif.
     Dari keterangan di atas, perokok aktif berhak mendapatkan perlindungan dan keamanan atas produk yang dipakainya. Dasar hukum perlindungan bagi perokok aktif adalah UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta PP No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan (hukumonline.com, 2012). Walaupun jelas-jelas rokok merupakan produk yang berbahaya, namun kembali lagi kepada pribadi masing-masing untuk dapat memilih mana yang baik bagi kesehatnnya mana yang buruk. Di sisi lain, tidak bisa dipungkiri bahwa pendapatan negara dari cukai rokok juga sangat besar. Industri rokok yang menjamur memberikan lapangan pekerjaan bagi ribuan bahkan jutaan orang di Indonesia.  
     Pada sisi lainnya, perokok pasif dihadapkan secara nyata dengan bahaya asap rokok yang mengepung mereka setiap saat. Anak-anak dan ibu-ibu yang terpaksa menjadi perokok pasif oleh karena ayah atau suami mereka merokok di rumah. Ternyata menghirup asap rokok orang lain lebih berbahaya dibandingkan menghisap rokok sendiri. Bahaya yang harus ditanggung perokok pasif 3 kali lipat dari bahaya perokok aktif. Sebanyak 25 persen zat berbahaya yang terkandung dalam rokok masuk ke tubuh perokok, sedangkan 75 persennya beredar di udara bebas yang berisiko masuk ke tubuh orang di sekelilingnya Beberapa dampak kesehatan bagi perokok pasif antara lain:
1.      Mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita kanker paru-paru.Penelitian pada 1.263 pasien kanker paru-paru yang tidak pernah merokok, terlihat bahwa mereka yang menjadi perokok pasif di rumah akan meningkatkan risiko kanker paru-paru hingga 18%. Bila hal ini terjadi dalam waktu yang lama, 30 tahun lebih, risikonya meningkat menjadi 23%. Bila menjadi perokok pasif di lingkungan kerja atau kehidupan sosial, risiko kanker paru-paru akan meningkat menjadi 16% sedang bila berlangsung lama, hingga 20 tahun lebih, akan meningkat lagi risikonya menjadi 27%.
2.      Pada janin, bayi dan anak-anak mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita kejadian berat badan lahir rendah, bronchitis dan pneumonia (radang paru), infeksi telinga dan asma.
3.      Menimbulkan kumatnya penderita asma dan gejala-gejala lain yang membahayakan bagi para penderita alergi lainnya.
4.      Dapat membahayakan fungsi jantung bagi yang menderita jantung koroner, karena menghirup asap yang mengandung karbon monoksida yang melebihi kadar yang dianggap aman bagi kesehatan. Keberadaan karbon monoksida dalam darah mencegah darah untuk menyerap jumlah oksigen yang normal dibutuhkan. Dengan demikian orang harus bernafas lebih cepat dan jantung harus memompa lebih kuat untuk mendapatkan oksigen yang diperlukan. Kondisi ini akan memberikan beban yang lebih berat pada jantung.
5.      Anak-anak yang orang tuanya merokok lebih mudah menderita penyakit pernafasan
6.      Anak-anak dari ibu yang merokok selama berumur kurang dari satu tahun berisiko lebih besar untuk menderita penyakit serius (dokterku-online.com, 2012).
       Dalam usaha mengurangi dampak berbahaya ini, diperlukan kerja sama dari berbagai pihak terkait, yaitu pemerintah, masyarakat, maupun lembaga-lembaga swadaya yang perduli atas permasalahan ini. Pemerintah diharapkan lebih tegas dalam membuat aturan tertulis karena perokok semakin terancam kesehatannya. Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain memperluas lingkungan bebas asap rokok yang merupakan satu-satunya strategi efektif untuk memberikan perlindungan bagi perokok pasif; penyediaan smoking area agar perokok pasif tidak terganggu; perokok aktif diharapkan tidak merokok sembarangan tidak merokok di ruangan tertutup, di tempat umum yang ber AC, maupun di ruang publik lainnya; serta tidak merokok bila di sekelilingnya ada orang, wanita hamil, bayi, dan anak kecil.
    Solusi lainnya untuk meminimalkan bahaya rokok yang telah dilakukan pemerintah utamanya dalam menekan pertumbuhan calon perokok aktif sebagai akar konsumsi rokok di Indonesia yaitu dengan penerbitan Peraturan Pemerintah tentang Tembakau yang dinilai efektif untuk memproteksi pertumbuhan perokok pemula terutama pada anak-anak dan wanita. Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudariatmo mengatakan terbitnya PP tersebut merupakan kemajuan dari pemerintah, meskipun ketentuan yang ada di Indonesia masih dibawah standar Frameworks Convention on Tobacco Control (FCTC). Aturan di Indonesia masih dibawah FCTC yang mensyaratkan larangan total segala jenis iklan, pemberian sponsor, dan promosi produk tembakau (bisnisindonesia.com, 2013).

      Diharapkan dengan banyaknya upaya-upaya untuk meminimalkan risiko kesehatan akibat rokok maupun semakin meningkatnya kesadaran perokok aktif dan pasif atas hak dan kewajibannya dapat menjadikan masyarakat Indonesia lebih sehat. Kepedulian akan sesama dan lingkungan sekitarnya diperlukan demi berkurangnya masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh rokok tersebut.  

(diolah dari berbagai sumber dan literatur)






Senin, 03 Juni 2013

Pentingnya Etika dalam Praktik Bisnis



Praktik bisnis merupakan aktivitas utama masyarakat yang seharusnya didukung oleh perilaku baik dan bila perlu terdapat code of conduct agar aktivitas ini bersih dari segala hal yang dapat mengganggu. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain.
Nilai-nilai (values) adalah standar kultural dari perilaku yang diputuskan sebagai petunjuk bagi pelaku bisnis dalam mencapai dan mengejar tujuan. Dengan demikian, pelaku bisnis menggunakan nilai-nilai dalam pembuatan keputusan secara etik apakah mereka menyadarinya atau tidak. Semakin lama, manajer bisnis ditantang meningkatkan sensitivitas mereka terhadap permasalahan etika. Mereka menekankan pada evaluasi secara kritis prioritas nilai-nilai mereka untuk melihat bagaimana ini pantas dengan realitas dan harapan organisasi dan masyarakat.
Paradigma etika dan bisnis adalah dunia yang berbeda sudah saatnya dirubah menjadi paradigma etika terkait dengan bisnis atau mensinergikan antara etika dengan laba. Justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi perusahaan yang baik yang dilandasi oleh etika bisnis merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru. Oleh karena itu, perilaku etika penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis.
Praktik bisnis pada saat ini masih cenderung mengabaikan etika, rasa keadilan dan juga diwarnai praktik-praktik bisnis tidak terpuji atau moral hazard. Korupsi, kolusi, dan nepotisme yang semakin meluas di masyarakat yang sebelumnya hanya di tingkat pusat dan sekarang meluas sampai ke daerah-daerah.
Perilaku bisnis beretika merefleksikan hukum ditambah tindakan etika masyarakat, moral (kesusilaan), dan nilai-nilai. Nilai-nilai (values) adalah standar kultural dari perilaku yang diputuskan sebagai petunjuk bagi pelaku bisnis dalam mencapai dan mengejar tujuan. Dengan demikian, pelaku bisnis menggunakan nilai-nilai dalam pembuatan keputusan secara etik apakah mereka menyadarinya atau tidak. Semakin lama, manajer bisnis ditantang meningkatkan sensitivitas mereka terhadap permasalahan etika. Mereka menekankan pada evaluasi secara kritis prioritas nilai-nilai mereka untuk melihat bagaimana ini pantas dengan realitas dan harapan organisasi dan masyarakat.
Oleh karena itu, dalam etika bisnis berlaku prinsip-prinsip yang seharusnya dipatuhi oleh para pelaku bisnis. Etika bisnis memiliki prinsip-prinsip yang harus ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar memiliki standar baku yang mencegah timbulnya ketimpangan dalam memandang etika moral sebagai standar kerja atau operasi perusahaan. Muslich (1998: 31-33) mengemukakan prinsip-prinsip etika bisnis sebagai berikut.
1.      Prinsip Otonomi: yaitu kemampuan mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran tentang apa yang baik untuk dilakukan dan bertanggung jawab secara moral atas keputusan yang diambil.
2.  Prinsip Kejujuran: bisnis tidak akan bertahan lama apabila tidak berlandaskan kejujuran karena kejujuran merupakan kunci keberhasilan suatu bisnis (misal kejujuran dalam pelaksanaan kontrak, kejujuran terhadap konsumen, kejujuran dalam hubungan kerja dan lain-lain).
3.  Prinsip Keadilan: bahwa tiap orang dalam berbisnis harus mendapat perlakuan yang sesuai dengan haknya masing-masing, artinya tidak ada yang boleh dirugikan haknya.
4. Prinsip Saling Menguntungkan: agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan, demikian pula untuk berbisnis yang kompetitif.
5.   Prinsip Integritas Moral: prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis dimana para pelaku bisnis dalam menjalankan usaha bisnis mereka harus menjaga nama baik perusahaan agar tetap dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik.
           



TEORI ETIKA


      Etika merupakan suatu hal yang diupayakan untuk disepakati bersama. Suatu hal akan dianggap etis dan diterima secara umum apabila terdapat toleransi antara manusia yang satu dengan manusia lainnya. Etika itu sendiri berasal dari kata Yunani yaitu ‘Ethos’ (jamak – ta etha) yang berarti adat istiadat. Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat. Etika juga berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lain.
     Kesadaran etis sesungguhnya telah ada dalam diri manusia sejak lahir. Kesadaran etis ini berada di level hati dimana dapat dirasakan dan mudah untuk dikeluarkan. Namun manusia juga bisa terdorong oleh kesadaran etis yang masih ada di luar dirinya. Kesadaran etis tingkat ini hanya berada di pikiran, belum menyentuh pada level hati. Di pikiran, akal masih bekerja sehingga manusia akan mencari-cari cara untuk melanggar aturan yang berlaku umum.
     Etika dapat dikatakan sebagai suatu pedoman nilai yang digunakan untuk membedakan baik atau buruk, benar atau salah. Etika dapat menjadi “self control” dimana segala sesuatu dibuat, ditetapkan, dan diterapkan untuk kepentingan kelompok, misalnya suatu profesi tertentu. Dapat dicontohkan dalam profesi akuntan juga diperlukan suatu etika (kode etik) yang ditetapkan untuk mengatur dan melindungi profesi itu sendiri. Sebuah profesi, khususnya profesi akuntan,  hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat apabila dalam diri para profesional tersebut terdapat kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka memberikan jasa keahlian profesinya kepada masyarakat yang memerlukannya.
     Dalam menentukan pedoman nilai etika yang akan dipakai, terdapat beberapa teori etika yang dapat dijadikan landasan. Teori etika ini dibagi menjadi 2 yaitu Cognitism serta Non Cognitism. 
1. Cognitism yaitu etika yang muncul dari dalam diri. Teori etika ini disebut juga teori etika modern. Dalam teori cognitism terdapat 3 teori etika yaitu utilitarianism, deontologism, dan natural of law ethics.
a) Utilitarianism merupakan teori etika yang menyatakan bahwa suatu perbuatan dikatakan benar apabila perbuatan tersebut menghasilkan utility. Teori ini dikembangkan oleh Jeremy Bentham. Utilitarianism menekankan bahwa semua perbuatan akan dinilai berdasarkan utility yang dihasilkan, sehingga apabila perbuatan tersebut tidak menghasilkan utility maka perbuatan tersebut dinilai tidak benar. Dalam kerangka etika utilitarianism dapat dirumuskan tiga kriteria objektif yang dapat dijadikan dasar objektif sekaligus norma untuk menilai suatu tindakan. Kriteria yang pertama adalah manfaat, yaitu bahwa suatu perbuatan atau kebijakan haruslah mendatangkan manfaat atau kegunaan tertentu. Kriteria kedua adalah manfaat terbesar, yaitu bahwa perbuatan atau kebijakan tertentu haruslah mendatangkan manfaat terbesar dibandingkan dengan kebijakan atau tindakan alternatif lainnya. Kriteria ketiga terkait manfaat terbesar untuk siapa yaitu suatu perbuatan atau kebijakan haruslah bermanfaat bagi sebanyak mungkin orang. Teori ini memiliki beberapa kelemahan diantaranya tidak memperhatikan bagaimanakan proses terjadinya suatu kebijakan atau perbuatan tersebut karena yang diperhatikan hanyalah hasil akhirnya.
b) Deontoligism merupakan teori etika yang berlandaskan duty sebagai pedoman nilainya. Teori ini dikembangkan oleh Immanuel Kant. Yang dimaksud dengan duty di dalam teori ini yaitu didasarkan pada 2 hal, good intention (niat yang baik) serta respect for other (menghormati orang lain). Teori ini menekankan pada adanya kewajiban bagi setiap orang untuk bertindak secara baik. Kelemahan teori ini adalah suatu perbuatan sulit dikatakan etis karena ketidaktahuan tentang niat seseorang karena niat ada di dalam hati. Misalnya saja ada seseorang yang berniat untuk merampok bank demi menghidupi keluarganya. Menghidupi keluarganya merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi sehingga perbuatannya baik. Namun niat yang melandasinya tidak baik atau tidak bermoral. Tapi niat tersebut tidak melanggar hukum karena belum dilaksanakan dan tidak ada wujud fisik yang dapat membuktikannya.
c) Natural law of ethics merupakan teori etika yang berpedoman pada Hak Asasi Manusia (human rights). Teori ini dikembangkan oleh John Loche. Human rights terdiri dari life, freedom, dan property. Teori ini hanya menekankan pada terpenuhinya hak seseorang. Oleh karena itu, teori ini memiliki kelemahan yaitu tidak seimbangnya antara hak dan kewajiban karena tidak ada penekanan pada kewajiban yang harus dilaksanakan sebelum seseorang mendapatkan haknya.
2   2. Non Cognitism yaitu etika yang tidak muncul dari dalam diri. Teori etika ini disebut juga teori etika relijius. Dalam teori non cognitism terdapat 2 teori etika yaitu religious ethics dan theologist ethics.
a) Religious ethics mengukur semua perbuatan berdasarkan religious technique. Perbuatan yang baik dinilai apakah perbuatan tersebut sesuai dengan kitab suci. Kelemahan teori ini adalah dengan banyaknya agama yang ada di muka bumi, maka terdapat banyak pula kitab suci yang menjadi dasar penentuan nilai dari suatu perbuatan. Oleh karena itu, mungkin perspektif dari masing-masing orang dalam memandang suatu perbuatan itu baik atau buruk dapat berbeda satu sama lainnya.
b) Theologist ethics mengukur semua perbuatan berpatokan pada sifat-sifat Tuhan. Sifat-sifat Tuhan ada yang baik ada juga yang tidak (dalam artian bagi Tuhan merupakan suatu ketetapan namun bagi manusia mungkin merupakan suatu kejahatan). Adanya sifat yang tidak baik ini akan berbahaya bagi orang yang konsisten dalam menganut teori ini yaitu mengaplikasikan sifat-sifat yang tidak baik dalam perbuatannya.

(dihimpun dari berbagai literatur)